Sunday, August 29, 2010

Duh lelahnya kaki ini.....




Sampai kapan aku harus berjalan...
kakiku begitu nyeri dan pegal...
mengapa musibah ini datang...
disaat tubuhku tua dan renta...
oh masa muda yang gemilang...
begitu cepatnya kau menghilang....

Bagai rumahku didesa sana..
yang musnah ditelan gempa...
tinggal kenangan yang tersisa..
aku ingin pulang kawan...
tapi entah kemana...
cuma nyawaku yang masih ada...

Akhir mei 2006, by Diana M

Anak jalanan..puisi.




Kami tak pernah minta dilahirkan....
bila hidup cuma tergantung nasib...
tak kenal cinta dan kasih sayang..
tak mengerti apa itu welas asih...
tak pernah ada senyum ramah...
kami tak ada yang mau memiliki..
rumah kami di jalan-jalan kota..
dibawah hamparan tabir langit....
cuma satu yang bikin kami lega..
bila perut kami kenyang terisi...
dan tidur nyenyak dimana saja...'
tanpa ada rasa takut di hati....

medio juli 2006, Diana M

Cuma bisa pasrah sajalah......puisi




Kenapa tiap hari mesti begini kawan..
jantungku selalu berdebar kencang...
bila kami harus menyebrang kesana
lewat jembatan bambu licin dan basah...
biar aku digendong bapak yang tegar..
tapi rasa ngeriku tak pernah hilang..
emak berjalan oleng, bapak berjinjit...
hanya sungai dibawah yang jadi saksi..
betapa rapuhnya hidup keluarga ini..
dari hari ke hari tak pernah berakhir..
tapi kami cuma bisa pasrah pada takdir....
sampai kapan semua ini akan berhenti ?

by Diana Misan Juni 2006

Thursday, August 19, 2010

Karawang - Bekasi



Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Chairil Anwar (1948)